Djakarta Nexus - PT. Astra International Incorporation (AII) adalah korporasi besar yang amat melekat dalam ingatan masyarakat Indonesia.Selain sebagai distributor otomotif Jepang seperti Toyota, Daihatsu, Honda dan lain-lain, Astra sudah berkiprah sejak tahun 1950-an dalam lintasan sejarah ekonomi dan politik bangsa Indonesia.
Berawal dari modal 2,5 juta rupiah, Tjia Kian Liong atau William soeryadjaya, Tjia Kian Tie dan Tjia Kian Joe atau Benjamin Suriadjaya bersama beberapa teman sekolah mereka pada masa Belanda membeli sebuah perusahaan impor mati suri di jalan Sabang No. 36A, Jakarta pada 20 Februari 1957.
Perusahaan tersebut diberi nama Astra International Inc. Nama Astra merupakan usulan Tjia Kian Tie, terinspirasi dari mitologi Yunani kuno yaitu Astrea. Astrea adalah dewi terakhir yang menjadi bintang terang di langit. Nama itu sebagai harapan Kian Tie terhadap masa depan perusahaan impor.
Baca Juga: PGI Mengecam Keras Aksi Intoleransi dan Persekusi terhadap GKKD Rajabasa, Bandar Lampung
Selain itu, William menambahakan kata "international" sebagai harapan Astra memiliki kiprah di ranah mancanegara.
Semula PT. Astra International Inc bergerak dalam bidang perdagangan umum sebagai importir minuman ringan Prim Club Kornet, distributor produk lokal pasta gigi Fresh O Dent serta ODOL-Dent. Selain itu, Astra juga mengimpor besi beton serta kawat besi.
Bukan hanya berperan sebagai importir, PT. Astra International Inc juga berperan sebagai eksportir seperti minyak goreng dan kopra.
Gerak dagang Astra semakin pesat ketika program Ekonomi Benteng berakhir dalam kekuasaan Djuanda Kartawidjaja sekitar 1957. Pemerintahan Djuanda mengusung sistem ekonomi terpimpin.
Pada masa Demokrasi Terpimpin di bawah pemerintahan Presiden Sukarno. Astra mendapat proyek pengadaan dalam pembangunan waduk Jatiluhur dari tahun 1962 sampai 1964. Astra menjadi pemasok lokal untuk bahan-bahan seperti pipa, baja dan karet.
Menjelang masa Orde Baru, Astra perlahan-lahan bangkit. Astra menjadi importir aspal dari Jepang untuk membangun jalan pada 1966. Selain itu, Astra juga mendapat pinjaman dari USAID sebesar $2,9 juta. Alhasil, dana tersebut dipakai oleh Astra untuk impor barang apa saja dari Amerika Serikat.
Kemudian Astra mengimpor truk Chevrolet dari Amerika Serikat. Malangnya, karena William dinilai melanggar dan tidak paham prosedur USAID akibatnya Astra dilarang mengimpor truk Chevrolet dari General Motor Co.
Baca Juga: Desakan Sultan B. Najamudin Agar Satyalancana Wira Karya Iwan Setiawan Dicabut
Tidak dapat izin impor truk Chevrolet dari Amerika Serikat, William pun beralih kepada industri otomotif Jepang. Indonesia diproyeksikan bakal jadi pasar besar bagi industri otomotif Jepang karena keduanya sama-sama setir kanan.
Artikel Terkait
Jalan-Jalan Sore di Blok M Tahun 1980-an Sebelum Citayam Fashion Week Viral di Tahun 2022
Soleh Solihun dan Pungutan Liar (Pungli) oleh Pejabat dalam Lintasan Sejarah Indonesia
Aiman Witjaksono, Judi Online, Ali Sadikin dan Legalisasi Lapak Judi di DKI Jakarta
Kenangan Presiden Jokowi dengan Insan Pers dan Kontroversi Hari Pers Nasional Indonesia